Selalu saja datang dengan ancaman. Setiap kata harusnya sabda pandeta ratu. Setiap kalimat harusnya berujung kebijaksanaan.
Keras tanpa pernah berpikir sebuah rasa. Batu menghujam di terik matahari. Air tak sanggup membendung. Namun Air akan teriak dengan beriaknya.
Teringat arti penting sebuah kebebasan. Tanpa diganggu, tanpa dikejar paparazi. Dia sedang negatif thinking. Dan kusadar itu hanya alasan sebuah tanggungjawab. Tanggung jawab penghormatan tertinggi dalam keluarganya.
Namun, keluarga bagi air adalah setiap tetesan penyejuk rasa. Sebuah harapan yang ditunggu...Harapan yang dibangun dengan cinta kasih dan kejujuran.
Senin, 31 Agustus 2009
Selasa, 25 Agustus 2009
Kamu Hidupku
Tidakkah kamu mengerti betapa sakitnya saat engkau jauh. Tapi aku gak bisa maksa dengan keadaan kita.
Ingin aku menata ruangku dengan dimensi cinta yang berbeda pada-Nya.
Ku sambut hari demi hari dengan keindahanmu. Merajut hari tanpa batas.
Saat bersamamu aku merasakan kebahagian. Betapa bahagia aku di dekatmu. Baru pertama kali aku merasakan cinta yang begitu dalam.
Sering aku keluar dari cinta itu. Menjauh dan pergi. Namun aku tak mampu.
Keadaan tanpa ada jawab. Keadaan dengan rasa takutmu. Hanya akan membuatku terus kesakitan.
Tapi aku tidak ingin mendapatkanmu. Aku sudah berjanji akan mengikhlaskanmu. Namun rasa ini kian menyiksaku.
Dahulu aku sangat membenci rasa cinta terhadap kaummu. Bagiku itu bukanlah hidup. Sampai tiba aku mengerti bahwa cinta tidak bisa dikendalikan.
Di dekatmu adalah kebahagiaan.
Di sampingmu adalah kehidupan.
Di sisimu aku merasakan keindahan.
Aku akan menunggu sampai tiba waktunya. Bersamamu atau mati karena keadaaan hari ini.
Ingin aku menata ruangku dengan dimensi cinta yang berbeda pada-Nya.
Ku sambut hari demi hari dengan keindahanmu. Merajut hari tanpa batas.
Saat bersamamu aku merasakan kebahagian. Betapa bahagia aku di dekatmu. Baru pertama kali aku merasakan cinta yang begitu dalam.
Sering aku keluar dari cinta itu. Menjauh dan pergi. Namun aku tak mampu.
Keadaan tanpa ada jawab. Keadaan dengan rasa takutmu. Hanya akan membuatku terus kesakitan.
Tapi aku tidak ingin mendapatkanmu. Aku sudah berjanji akan mengikhlaskanmu. Namun rasa ini kian menyiksaku.
Dahulu aku sangat membenci rasa cinta terhadap kaummu. Bagiku itu bukanlah hidup. Sampai tiba aku mengerti bahwa cinta tidak bisa dikendalikan.
Di dekatmu adalah kebahagiaan.
Di sampingmu adalah kehidupan.
Di sisimu aku merasakan keindahan.
Aku akan menunggu sampai tiba waktunya. Bersamamu atau mati karena keadaaan hari ini.
Labels:
Merah
Minggu, 23 Agustus 2009
Takkan Bisa Tanpamu
Setiap kali Air menjauhi Api. Saat-saat tersebut serasa alam terkikis tak menentu. Serasa hilang, tanpa sadar, dalam bayang jauh.
Kusadar setiap keberadaanmu sangat berarti. Meski aku tak sanggup lagi menjadi tinta dalam buku putihmu. Jauh kuberharap banyak, dengan kisah manis pahitmu dalam menghiasi dinding rasaku. Namun kusadar hatimu dan kasihmu bukan untukku, tapi mata indahmu tak bisa membohongiku jika engkau juga menyayangiku.
Ingin aku berkomitmen. Aku sengaja menjatuhkan diriku pada detak jantungmu. Kini hari-hariku hanya ada satu perempuan, yaitu perempuan yang selalu menolak setiap kali aku ucap sayangku kepadanya.
Kusadar setiap keberadaanmu sangat berarti. Meski aku tak sanggup lagi menjadi tinta dalam buku putihmu. Jauh kuberharap banyak, dengan kisah manis pahitmu dalam menghiasi dinding rasaku. Namun kusadar hatimu dan kasihmu bukan untukku, tapi mata indahmu tak bisa membohongiku jika engkau juga menyayangiku.
Ingin aku berkomitmen. Aku sengaja menjatuhkan diriku pada detak jantungmu. Kini hari-hariku hanya ada satu perempuan, yaitu perempuan yang selalu menolak setiap kali aku ucap sayangku kepadanya.
Labels:
Merah
Minggu, 16 Agustus 2009
Menghilang dan Menjauh, Kemudian?
Tiada yang lebih indah dari hari ini. Aku pikir dengan jauh aku bisa tenang. Aku pikir dengan menghilang aku bisa damai. Kekuatan cinta memang takkan pernah sirnah.
Sering aku mencoba berada pada ambang batas cintanya. Aku tahu itu sulit. Aku tahu itu tidak mungkin. Terkadang aku lemah dan terhempas sampai semua terasa sesak.
Sumber jiwa dan langitku. Jangan pernah tinggalkan alam fanaku. Biarkan aku didekatmu. Biarkan aku menyayangimu...
Sering aku mencoba berada pada ambang batas cintanya. Aku tahu itu sulit. Aku tahu itu tidak mungkin. Terkadang aku lemah dan terhempas sampai semua terasa sesak.
Sumber jiwa dan langitku. Jangan pernah tinggalkan alam fanaku. Biarkan aku didekatmu. Biarkan aku menyayangimu...
Labels:
Merah
Rabu, 12 Agustus 2009
Saat Aku Memutuskan Nasibku Sendiri
Sudah lama aku menantikan masa ini. Masa yang tak pernah aku mengerti. Masa yang teramat sulit untuk di definisikan.
Semua yang ada hanyalah ketiadaan. Persembunyian bukanlah diriku. Bebas terbang tanpa ada pengikat ketajaman bagi sang penakluk. Hati telah menyatu dalam raga tak berdaging. Merangkak dan mencoba mengartikan keberadaan tanpa nafsu. Tapi, aku bukanlah malaikat, dan aku tidak ingin seperti malaikat.
Dua hal bergelayut, kala malam tiba. Sejuta makna aku dapatkan dari hari-hari kebisuan. Disini dan disana adalah sama. Mentalitas yang tak kunjung mematikan setiap pengganggu dalam kecerobohan dalam mengenal-Nya. Kau disana dan aku disini sama saja.
Terbias sudah kini. Kupustuskan aku adalah aku. Dan aku adalah aku. Aku adalah aku, dan bukan kamu atau kalian. Namun, aku persembahkan hidupku untuk semua yang pernah singgah dalam petualangan dinamisasi hidupku
Semua yang ada hanyalah ketiadaan. Persembunyian bukanlah diriku. Bebas terbang tanpa ada pengikat ketajaman bagi sang penakluk. Hati telah menyatu dalam raga tak berdaging. Merangkak dan mencoba mengartikan keberadaan tanpa nafsu. Tapi, aku bukanlah malaikat, dan aku tidak ingin seperti malaikat.
Dua hal bergelayut, kala malam tiba. Sejuta makna aku dapatkan dari hari-hari kebisuan. Disini dan disana adalah sama. Mentalitas yang tak kunjung mematikan setiap pengganggu dalam kecerobohan dalam mengenal-Nya. Kau disana dan aku disini sama saja.
Terbias sudah kini. Kupustuskan aku adalah aku. Dan aku adalah aku. Aku adalah aku, dan bukan kamu atau kalian. Namun, aku persembahkan hidupku untuk semua yang pernah singgah dalam petualangan dinamisasi hidupku
Labels:
Merah
Lintasan Ikhlas
Sendiri dalam kelamnya hari di pulau sejuta kisah. Rimbun bingkai katulistiwa. Terjerabut akar pemikiran hati. Selaras panjangnya desir pantai. Terawangku jauh di keluarga. Nampak deru awan hitam saat tangan aku lepas. Saatnya ku tapaki setiap peribadatanku di perjalanan nafas hidup.
Disisi kanan harapan. Duduk di sebelah ranting dahan tanaman bakau. Ombak menggeliat kecil menyisir setiap detik. Jauh di atas sana, langit tersemai dalam gelombang jatuh tak berdaya.
Tubuh ku bersayap. Mengitari masa-masa lalu. Menjauh di persimpangan ideologi. Menjauh dalam segala atas nama agama dan negara. Menjauh dari lubang penuh duka.
Melayang-layang di atas biosfer. Semua nampak kecil, tak berarti. Semua hanyalah untaian pergulatan drama romantika.
Bumi berumur. Tua rentah dalam emosional amarah. Beribu bencana telah di kobarkan. Sejuta harapan tak mampu di cerna binatang berakal. Aku terdiam disini dan hanya menjauh. Selangkah lagi adalah kosong. Selangkah lagi adalah keniscayaan.
Lintasan ini teramat menyesatkan. Namun, aku berbahagia. Lintasan ini adalah jalan bagi sang petualang. Berjalan menapaki setiap perihnya arah lintasan keikhlasan.
Disisi kanan harapan. Duduk di sebelah ranting dahan tanaman bakau. Ombak menggeliat kecil menyisir setiap detik. Jauh di atas sana, langit tersemai dalam gelombang jatuh tak berdaya.
Tubuh ku bersayap. Mengitari masa-masa lalu. Menjauh di persimpangan ideologi. Menjauh dalam segala atas nama agama dan negara. Menjauh dari lubang penuh duka.
Melayang-layang di atas biosfer. Semua nampak kecil, tak berarti. Semua hanyalah untaian pergulatan drama romantika.
Bumi berumur. Tua rentah dalam emosional amarah. Beribu bencana telah di kobarkan. Sejuta harapan tak mampu di cerna binatang berakal. Aku terdiam disini dan hanya menjauh. Selangkah lagi adalah kosong. Selangkah lagi adalah keniscayaan.
Lintasan ini teramat menyesatkan. Namun, aku berbahagia. Lintasan ini adalah jalan bagi sang petualang. Berjalan menapaki setiap perihnya arah lintasan keikhlasan.
Labels:
Merah
Senin, 10 Agustus 2009
Trotoar Dalam Tangis
Sejenak aku diam. Menatap tajam matanya. Dipersimpangan jalan rambu. Tergulai lemas dalam pelukan debu jalanan. Merontah minta ampun pada keadaan.
Rumah jalanan. Menjadi rumah peribadatan. Dikala malam adalah keheningan. Siang adalah hidup dan mati. Keringat mengucur deras dengan sentuhan nada indah. Tanpa berhenti dan meminta belas kasihan. Tangis anak belasan tahun.
Dimana pertanggungjawaban penikmatnya. Berada dalam seprei tak beralas. Teriak tak digubris. Lirih bagi sang dewa berparas buas. Terkulai menghasilkan benih jalanan. Namun, semua tetap bertahan dalam garis hitam.
Mereka bukan kalah, anak-anak trotoar. Namun kemenangan bukanlah sebuah jawaban. Nasib dan keadaan hanyalah pelangi kehidupan. Surga selalu dalam lintas Trotoar. Bukan berada dalam hati yang tak bisa berbagi.
Rumah jalanan. Menjadi rumah peribadatan. Dikala malam adalah keheningan. Siang adalah hidup dan mati. Keringat mengucur deras dengan sentuhan nada indah. Tanpa berhenti dan meminta belas kasihan. Tangis anak belasan tahun.
Dimana pertanggungjawaban penikmatnya. Berada dalam seprei tak beralas. Teriak tak digubris. Lirih bagi sang dewa berparas buas. Terkulai menghasilkan benih jalanan. Namun, semua tetap bertahan dalam garis hitam.
Mereka bukan kalah, anak-anak trotoar. Namun kemenangan bukanlah sebuah jawaban. Nasib dan keadaan hanyalah pelangi kehidupan. Surga selalu dalam lintas Trotoar. Bukan berada dalam hati yang tak bisa berbagi.
Lintasan Terakhir Sang Petualang
Menjauh dari hiruk-pikuk kepakan sayap-sayap
Melangkah sendiri di tengah gurun
Merobohkan tirani
Mengenakan jubah Air Sunyi
Gelombang badai tak surut menghantam
Gendang telinga mulai robek
Gersang dalam dinamis
Galau kala malam
Jangan kau peksakan
Merubah bukan perubahan
Kembali bukan jalan
dan Hari ini adalah kepastian
Melangkah sendiri di tengah gurun
Merobohkan tirani
Mengenakan jubah Air Sunyi
Gelombang badai tak surut menghantam
Gendang telinga mulai robek
Gersang dalam dinamis
Galau kala malam
Jangan kau peksakan
Merubah bukan perubahan
Kembali bukan jalan
dan Hari ini adalah kepastian
Labels:
Merah
Langganan:
Postingan (Atom)