Sejenak aku diam. Menatap tajam matanya. Dipersimpangan jalan rambu. Tergulai lemas dalam pelukan debu jalanan. Merontah minta ampun pada keadaan.
Rumah jalanan. Menjadi rumah peribadatan. Dikala malam adalah keheningan. Siang adalah hidup dan mati. Keringat mengucur deras dengan sentuhan nada indah. Tanpa berhenti dan meminta belas kasihan. Tangis anak belasan tahun.
Dimana pertanggungjawaban penikmatnya. Berada dalam seprei tak beralas. Teriak tak digubris. Lirih bagi sang dewa berparas buas. Terkulai menghasilkan benih jalanan. Namun, semua tetap bertahan dalam garis hitam.
Mereka bukan kalah, anak-anak trotoar. Namun kemenangan bukanlah sebuah jawaban. Nasib dan keadaan hanyalah pelangi kehidupan. Surga selalu dalam lintas Trotoar. Bukan berada dalam hati yang tak bisa berbagi.
Senin, 10 Agustus 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar