Lama tidak pernah bersua dalam detak pergerakan. Sahabat yang telah pergi dan jauh dari hiruk pikuk Pergerakan kota Malang. Aku dan ke-tiga sahabatku yang bertahan disini terus saja bergumam akan keberadaannya.
Kenapa cahaya yang terang benderang keluar begitu cepat? Kami masih butuh pemikirannya, kami masih memerlukan kreatifitas dan jiwa mudanya. Sahabat yang pergi begitu cepat meninggalkan kami seakan telah membius rusuk setiap kepribadian yang telah kita bangun bersama.
------------------------#---------------------------#---------------------
Suara-suara sumbang yang berdatangan pun muncul dengan dering yang membuat kami tersenyum. Menurut kabar, Anak Blora, Anak Jati tersebut telah menjadi seorang pemimpin di kota minyak. Pemimpin perisai kuning, pemimpin bagi perubahan di kota Bojonegoro.
Tidaklah mudah menggapai cita yang telah terbelenggu. Di tengah kesederhanan dari reruntuhan bola-bola api, dan terpaan angin kencang telah membuat Pohon Jati tersebut kokoh, sampai-sampai gergaji mesin kebiadaban tidak mampu menebangnya.
Semakin kuat, semakin hebat, semakin luar biasa, tatkala kabar yang berdatangan ke telinga kami tentang sahabatku Mustakim. Kami merasa kecil dan kerdil kala mendengar kabar tersebut, semangat dan jiwanya yang mampu menggelontorkan peradaban, telah memicu kami yang di Malang untuk terus berkarya dan mengabdi bagi merah putih.
Sabtu, 18 April 2009
Kamis, 16 April 2009
Sahabat Pergerakan, part Blora
Semua berangkat dari pergerakan. Tanpa batas menembus kerajaan langit. Empat sahabat dari Galileo, yang telah menginspirasi perjalanan Air Sunyi. Berjalan bersama di ruang Biologi, sebuah Perguruan Tinggi di Malang. Dua berasal dari kota minyak, Bojonegoro, mereka berdua berparas pesantren, Mubin dan Muslih. Hutan jati gundul, sang penguasa Blora, Penuh retorika dalam bingkai arus perubahan, bernama Mustakim. Penghuni Lumpur Lapindo, Ciri khas apologi dengan nuansa akademis, dia Bernama Irul.
Tahun 2001, ditahun ini ikatan mulai di bentuk. Ikatan yang selaras akan dinamika kaum muda. Haus akan perubahan, gila akan ilmu, dan rentan dengan keretakan. Aku tidak pernah berpikir, selama kuliah akan dipertemukan dengan 4 sahabat ini.
Berlari dan berlari mengejar semua bidang organisasi. Mulai dari intra, ekstra sampai organisasi tanda tanya. Di mulai dari warna Kuning, di gembleng oelh bapak pergerakan, yang bernama Galileo.
Benar-benar rakus akan ilmu, ketika kita bersama. Berjalan dan membunuh kebiadaban ketidakadilan. Sampai tiba sang Blora pergi dan meninggalkan kami.
Tak semudah berjalan bersama, pergi tanpa mengisyaratkan. Seolah semua telah tertasbih dalam perisai berwarna kuning. Tapi kami mesti terus berjalan, meski penguasa hutan jati telah pergi.
Tahun 2001, ditahun ini ikatan mulai di bentuk. Ikatan yang selaras akan dinamika kaum muda. Haus akan perubahan, gila akan ilmu, dan rentan dengan keretakan. Aku tidak pernah berpikir, selama kuliah akan dipertemukan dengan 4 sahabat ini.
Berlari dan berlari mengejar semua bidang organisasi. Mulai dari intra, ekstra sampai organisasi tanda tanya. Di mulai dari warna Kuning, di gembleng oelh bapak pergerakan, yang bernama Galileo.
Benar-benar rakus akan ilmu, ketika kita bersama. Berjalan dan membunuh kebiadaban ketidakadilan. Sampai tiba sang Blora pergi dan meninggalkan kami.
Tak semudah berjalan bersama, pergi tanpa mengisyaratkan. Seolah semua telah tertasbih dalam perisai berwarna kuning. Tapi kami mesti terus berjalan, meski penguasa hutan jati telah pergi.
Labels:
Merah
Jumat, 10 April 2009
Jalur Sungai di Pedalaman
Jauh dari daratan nampak elok. Hijau tanpa gedung-gedung bertingkat. Di ketinggian pulau Kalimantan kutatap dari kaca burung besi ini.
Tak pernah ku mengerti, 2 tahun yang lalu aku ketempat ini lewat jalur laut. Namun layaknya burung terbang di angkasa, satu jam saja kakiku sudah berada di sini.
Kulalui sendiri dengan tujuan yang nampak jelas nan bercahaya. Kulipat setiap guratan mata di setiap ujung jalan.
Beda dengan di Jawa, tranportasi dengan perahu merupakan ciri khas daerah bersungai. Jalur demi jalur dipenuhi dengan jembatan. Sang pemangsa pun selalu tersenyum mengitari perjalanan ini. Predator utama, sang elang.
Ikan sungai menjadi fokus bagi sang elang. Memangsa demi keseimbangan ekosistem. Lain halnya dengan manusia, yang terus-menerus memangsa hanya demi perut yang buncit.
Kokoh nan anggun burung ini, tak kenal lelah menemani setiap petualanganku di Kalimantan.
Namun saat ku lihat manusia diseberang hutan, di liang pedesaan yang jauh dari kota. Nampak jelas raut muka nan muram. Tak sanggup aku menatapnya, seolah di kebiri oleh bangsanya sendiri.
Menata bibit sawit, jauh dari keluarga, bekerja dan bekerja. Tidak ada kampus, tidak ada Mal, Tidak ada landasan pesawat terbang, dan gedung-gedung menjulang tinggi. hanya di temani keringat dan harapan akan masa depan.
Mereka berjuang dalam hidup, demi sesuap nasi, seuntai cita sang anak mereka. Jauh di pedalaman, aku menanyakan tentang keadilan. Keadilan yang selama ini selalu aku dengarkan, bahkan aku hafalkan mulai dari kecil. "KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDOSESIA."
(10 April 2009)
Tak pernah ku mengerti, 2 tahun yang lalu aku ketempat ini lewat jalur laut. Namun layaknya burung terbang di angkasa, satu jam saja kakiku sudah berada di sini.
Kulalui sendiri dengan tujuan yang nampak jelas nan bercahaya. Kulipat setiap guratan mata di setiap ujung jalan.
Beda dengan di Jawa, tranportasi dengan perahu merupakan ciri khas daerah bersungai. Jalur demi jalur dipenuhi dengan jembatan. Sang pemangsa pun selalu tersenyum mengitari perjalanan ini. Predator utama, sang elang.
Ikan sungai menjadi fokus bagi sang elang. Memangsa demi keseimbangan ekosistem. Lain halnya dengan manusia, yang terus-menerus memangsa hanya demi perut yang buncit.
Kokoh nan anggun burung ini, tak kenal lelah menemani setiap petualanganku di Kalimantan.
Namun saat ku lihat manusia diseberang hutan, di liang pedesaan yang jauh dari kota. Nampak jelas raut muka nan muram. Tak sanggup aku menatapnya, seolah di kebiri oleh bangsanya sendiri.
Menata bibit sawit, jauh dari keluarga, bekerja dan bekerja. Tidak ada kampus, tidak ada Mal, Tidak ada landasan pesawat terbang, dan gedung-gedung menjulang tinggi. hanya di temani keringat dan harapan akan masa depan.
Mereka berjuang dalam hidup, demi sesuap nasi, seuntai cita sang anak mereka. Jauh di pedalaman, aku menanyakan tentang keadilan. Keadilan yang selama ini selalu aku dengarkan, bahkan aku hafalkan mulai dari kecil. "KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDOSESIA."
(10 April 2009)
Labels:
Biru
Kamis, 02 April 2009
Malaikat Jalanan
Kesadaran akan eksistensi yang semakin rapuh. Dalam perjalanan sunyi tak henti-hentinya aku berpikir akan kekuasaan Sang Pencipta. Mungkin ini entitas atau bagian hampa semata.
Di kota semarang, Jawa tengah. Dalam perjalanan pencarian fakta. saya berada di ruang penuh gedung-gedung. Tidak tahu harus kemana lagi. Saat pagi menjelang, kebimbangan dalam kesendirian.
Aku rapikan setiap rongsokan tubuh ini. Mulai ku buka pintu, dan keluar. Hari ini aku harus bergegas mencari berita, kepada lembaga pemerintahan di sana.
Masih pagi, jarum jam menunjukkan pukul 6 waktu Indonesia bagian barat. Aku naik Bis kecil yang menuju ke kota bagian barat, masih di kota Semarang. Aku masih baru disini, aku di putar-putar bak anak kecil bermain gasing. sampai tiba sang Ibu datang.
Ibu penjual kopi, di tengah kota. Kulihat dia sendiri, nampak membersihkan sisa-sisa kotoran di atas piring dan gelas. Pelan aku menuju dia, dan membeli secangkir kopi. Dengan lembut sang Ibu tersebut membuatkan kopi.
Sembari beliau melihatku aneh, karena saat itu aku seperti orang tak tahu arah. "Mau kemana Dik?"(Sahut sang IBu.
Aku menjawab," Saya mau ke Dinas Kehutanan, di Jalan Dr Soetomo?". "Langsung saja naik bis kuning, nanti lewat sini, tunggu saja bentar?"(jawab sang Ibu, sembari menunjukkan arah tujuanku)
Jauh di dalam hati, aku tersenyum. Tiba-tiba gelas yang berisi kopi, tepat di samping aku jatuh. Seketika aku minta maaf, kemudian aku keluarkan uang 5ribu untuk mengganti gelas yang pecah.
Namun Ibu tersebut menolak uang lima ribu yang aku berikan. beliau berkata:" harga gelas ini cuma 1500 mas, Jadi 1500 saja".
Selama aku di perjalanan belum ada seorang yang seperti itu. Seorang Ibu yang hanya berjualan kopi, namun sangat jujur dan menghormati orang yang jauh dan belum dia kenal.
Andai beliau membaca tulisan ini, aku ingin berucap terima kasih. Ibu adalah orang mulia di Sisi tuhan.
Di kota semarang, Jawa tengah. Dalam perjalanan pencarian fakta. saya berada di ruang penuh gedung-gedung. Tidak tahu harus kemana lagi. Saat pagi menjelang, kebimbangan dalam kesendirian.
Aku rapikan setiap rongsokan tubuh ini. Mulai ku buka pintu, dan keluar. Hari ini aku harus bergegas mencari berita, kepada lembaga pemerintahan di sana.
Masih pagi, jarum jam menunjukkan pukul 6 waktu Indonesia bagian barat. Aku naik Bis kecil yang menuju ke kota bagian barat, masih di kota Semarang. Aku masih baru disini, aku di putar-putar bak anak kecil bermain gasing. sampai tiba sang Ibu datang.
Ibu penjual kopi, di tengah kota. Kulihat dia sendiri, nampak membersihkan sisa-sisa kotoran di atas piring dan gelas. Pelan aku menuju dia, dan membeli secangkir kopi. Dengan lembut sang Ibu tersebut membuatkan kopi.
Sembari beliau melihatku aneh, karena saat itu aku seperti orang tak tahu arah. "Mau kemana Dik?"(Sahut sang IBu.
Aku menjawab," Saya mau ke Dinas Kehutanan, di Jalan Dr Soetomo?". "Langsung saja naik bis kuning, nanti lewat sini, tunggu saja bentar?"(jawab sang Ibu, sembari menunjukkan arah tujuanku)
Jauh di dalam hati, aku tersenyum. Tiba-tiba gelas yang berisi kopi, tepat di samping aku jatuh. Seketika aku minta maaf, kemudian aku keluarkan uang 5ribu untuk mengganti gelas yang pecah.
Namun Ibu tersebut menolak uang lima ribu yang aku berikan. beliau berkata:" harga gelas ini cuma 1500 mas, Jadi 1500 saja".
Selama aku di perjalanan belum ada seorang yang seperti itu. Seorang Ibu yang hanya berjualan kopi, namun sangat jujur dan menghormati orang yang jauh dan belum dia kenal.
Andai beliau membaca tulisan ini, aku ingin berucap terima kasih. Ibu adalah orang mulia di Sisi tuhan.
Labels:
Biru
Langganan:
Postingan (Atom)