Kesadaran akan eksistensi yang semakin rapuh. Dalam perjalanan sunyi tak henti-hentinya aku berpikir akan kekuasaan Sang Pencipta. Mungkin ini entitas atau bagian hampa semata.
Di kota semarang, Jawa tengah. Dalam perjalanan pencarian fakta. saya berada di ruang penuh gedung-gedung. Tidak tahu harus kemana lagi. Saat pagi menjelang, kebimbangan dalam kesendirian.
Aku rapikan setiap rongsokan tubuh ini. Mulai ku buka pintu, dan keluar. Hari ini aku harus bergegas mencari berita, kepada lembaga pemerintahan di sana.
Masih pagi, jarum jam menunjukkan pukul 6 waktu Indonesia bagian barat. Aku naik Bis kecil yang menuju ke kota bagian barat, masih di kota Semarang. Aku masih baru disini, aku di putar-putar bak anak kecil bermain gasing. sampai tiba sang Ibu datang.
Ibu penjual kopi, di tengah kota. Kulihat dia sendiri, nampak membersihkan sisa-sisa kotoran di atas piring dan gelas. Pelan aku menuju dia, dan membeli secangkir kopi. Dengan lembut sang Ibu tersebut membuatkan kopi.
Sembari beliau melihatku aneh, karena saat itu aku seperti orang tak tahu arah. "Mau kemana Dik?"(Sahut sang IBu.
Aku menjawab," Saya mau ke Dinas Kehutanan, di Jalan Dr Soetomo?". "Langsung saja naik bis kuning, nanti lewat sini, tunggu saja bentar?"(jawab sang Ibu, sembari menunjukkan arah tujuanku)
Jauh di dalam hati, aku tersenyum. Tiba-tiba gelas yang berisi kopi, tepat di samping aku jatuh. Seketika aku minta maaf, kemudian aku keluarkan uang 5ribu untuk mengganti gelas yang pecah.
Namun Ibu tersebut menolak uang lima ribu yang aku berikan. beliau berkata:" harga gelas ini cuma 1500 mas, Jadi 1500 saja".
Selama aku di perjalanan belum ada seorang yang seperti itu. Seorang Ibu yang hanya berjualan kopi, namun sangat jujur dan menghormati orang yang jauh dan belum dia kenal.
Andai beliau membaca tulisan ini, aku ingin berucap terima kasih. Ibu adalah orang mulia di Sisi tuhan.
Kamis, 02 April 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar