Di seberang jalan, redup oleh hitamnya malam. Lampu-lampu menemani kita, dengan nikotin dan kafein. Jalanan hanya di jajaki oleh para penjaja riski. Tanpa ada lagi padat lalu-lalang, bagi kepulan asap hitam.
Alam pikiran kita menyatu. Mimpi harus menjadi realitas agar tidak menggantung. Jutaan ketakutan takkan mampu menggoyahkan mimpi kita.
“Kita harus menuntut fasilitas?”, Ujar sahabatku dari Lamongan.
“Kita butuh Dosen yang profesional?, Kata kawanku dari Bojonegoro.
“Masak laboratorium kita kalah dengan SMA?, Lanjut temanku dari Sidoarjo.
Sahabatku yang berasal dari Ngawi tak mau kalah juga, “Statuta kita ngambang, nanti mau jadi apa kalo kita lulus?”. Kemudian kawan dari madiun menyatakan bahwa, “kita harus menuntut Dekan untuk bertanggung jawab?.”
Ketidakadilan yang selama ini tidak kita dapatkan dalam rana pendidikan tinggi, telah mengobarkan api jiwa muda kami, untuk melakukan sebuah perubahan. Malam itu kita susun sebuah strategi. Strategi bagi para penguasa yang acuh dan tak acuh pada pendidikan kami. Strategi yang dibuat atas dasar rasa yang sama di fakultas kami.
Audensi adalah pilihan awal bagi kita semua. Setting di stasiun radio, yang akan membuka tabir semua kebobrokan pendidikan kita.
Kawan dari lamongan dan Ngawi berada di ruang AC studio bersama Dekan. Kalimat demi kalimat mulai mereka susun ketika On Air. Namun jelas terdengar suara mereka menjadi sumbang, mereka tidak berteriak seperti amarah mereka yang tertuang dalam malam bersama.
Aku mencoba menunggu sampai akhir, di luar studio. Aku diam membisu, saat kawanku yang berbicara dengan Dekan di radio terbius oleh diplomasi busuk.
Beruntung, usai mereka On Air. Dekan mau duduk bersama kita di stasiun radio tersebut. Kita berdiskusi bersama, pikiranku hanya mengatakan, “Anjiing dengan semua!”.
Aku tak mampu membiarkan mulutku terbungkam. Kukatakan saja apa yang pernah aku diskusikan dengan kawanku kepada Dekan. Tanpa basa-basi, maupun diplomasi, aku berucap, “Kita butuh kejelasan statuta, kita butuh fasilitas, dan kita butuh transparansi, pak!”.
Entah apa yang ada di kepala Dekan. Spontan saja dia naik pitam, dengan bahasa-bahasanya yang mulai menyudutkanku. Dia langsung keluar ruangan dengan mengatakan, ”catat nama mahasiswa ini ke dalam daftar hitam fakultas!!".
Alam pikiran kita menyatu. Mimpi harus menjadi realitas agar tidak menggantung. Jutaan ketakutan takkan mampu menggoyahkan mimpi kita.
“Kita harus menuntut fasilitas?”, Ujar sahabatku dari Lamongan.
“Kita butuh Dosen yang profesional?, Kata kawanku dari Bojonegoro.
“Masak laboratorium kita kalah dengan SMA?, Lanjut temanku dari Sidoarjo.
Sahabatku yang berasal dari Ngawi tak mau kalah juga, “Statuta kita ngambang, nanti mau jadi apa kalo kita lulus?”. Kemudian kawan dari madiun menyatakan bahwa, “kita harus menuntut Dekan untuk bertanggung jawab?.”
Ketidakadilan yang selama ini tidak kita dapatkan dalam rana pendidikan tinggi, telah mengobarkan api jiwa muda kami, untuk melakukan sebuah perubahan. Malam itu kita susun sebuah strategi. Strategi bagi para penguasa yang acuh dan tak acuh pada pendidikan kami. Strategi yang dibuat atas dasar rasa yang sama di fakultas kami.
Audensi adalah pilihan awal bagi kita semua. Setting di stasiun radio, yang akan membuka tabir semua kebobrokan pendidikan kita.
Kawan dari lamongan dan Ngawi berada di ruang AC studio bersama Dekan. Kalimat demi kalimat mulai mereka susun ketika On Air. Namun jelas terdengar suara mereka menjadi sumbang, mereka tidak berteriak seperti amarah mereka yang tertuang dalam malam bersama.
Aku mencoba menunggu sampai akhir, di luar studio. Aku diam membisu, saat kawanku yang berbicara dengan Dekan di radio terbius oleh diplomasi busuk.
Beruntung, usai mereka On Air. Dekan mau duduk bersama kita di stasiun radio tersebut. Kita berdiskusi bersama, pikiranku hanya mengatakan, “Anjiing dengan semua!”.
Aku tak mampu membiarkan mulutku terbungkam. Kukatakan saja apa yang pernah aku diskusikan dengan kawanku kepada Dekan. Tanpa basa-basi, maupun diplomasi, aku berucap, “Kita butuh kejelasan statuta, kita butuh fasilitas, dan kita butuh transparansi, pak!”.
Entah apa yang ada di kepala Dekan. Spontan saja dia naik pitam, dengan bahasa-bahasanya yang mulai menyudutkanku. Dia langsung keluar ruangan dengan mengatakan, ”catat nama mahasiswa ini ke dalam daftar hitam fakultas!!".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar